Mengapa
Gereja Katolik talpaknya ngotot sekali untuk tetap mempertahankan pengajaran
yang tampaknya tidak populer di mata umat beriman yang hidup di dunia modern
masa-masa sekarang ini?
Mendiang Uskup Agung New York, yang terberkati +Fulton J. Sheen, suatu kali
pernah menuliskan bahwa, "It takes three to make love, not two: you, your
spouse, and God. Without God people only succeed in bringing out the worst in
one another. Lovers who have nothing else to do but love each other soon find
there is nothing else...”
Terjemahannya kira2 mau mengatakan bahwa, "Diperlukan 3 pihak untuk
berhubungan intim, BUKAN DUA: Kamu, pasangan hidup kamu, dan Tuhan. Tanpa
kehadiran Tuhan maka orang hanya akan berhasil dalam membawa keluar yang terburuk
dari dalam diri satu sama lainnya. Para pencinta [maksudnya, SEPASANG kekasih =
2 orang] yang tidak memiliki apapun yang harus dilakukan selain saling
mencintai di antara keduanya akan segera menemukan bahwa tidak ada apa2 lagi
yang tersisa [maksudnya, perasaan cinta itu bisa habis tanpa bekas]..."
Kontrasepsi dilarang karena kontrasepsi, baik alat maupun metodenya, dibuat
dengan MENTALITAS UNTUK MENGHILANGKAN PERANAN ALLAH DALAM PENCIPTAAN MANUSIA!
Manusia tidak diciptakan semata-mata oleh hubungan suami istri. Manusia,
TERUTAMA, tercipta karena Allah. Sehingga tanpa campur tangan Allah tidaklah
mungkin sebuah kehidupan baru tercipta seberapa kali manusia melakukan hubungan
suami istri.
Namun dalam tatanan ilahinya Allah mengatur supaya proses penciptaan-Nya
dikerjakan melalui peranan manusia ciptaan-Nya dalam suatu “perkawinan” (yang
telah Dia agungkan dengan menjadikan perkawinan sebagai sebuah Sakramen).
Dengan kontrasepsi manusia secara sengaja memilih untuk menggunakan alat atau
metode kontraseptif yang mencegah terjadinya penciptaan. Ini berarti menolak
ajakan Allah untuk TURUT SERTA di dalam karya penciptaan-Nya dan menolak
tatanan Ilahi yang dibuat Allah. Suatu perbuatan yang sungguh jahat.
Perkawinan, sesuai kehendak Allah, mempunyai dua aspek yang saling berkaitan.
Aspek yang satu lebih utama dari aspek yang kedua (sekunder).
1) Aspek utama dari hubungan seksual adalah prokreasi (berketurunan).
2) Aspek kedua dan sekunder adalah penyatuan (unitive).
Kedua aspek ini, sesuai amanat Gereja, tidak boleh dipisahkan. Menginginkan
aspek penyatuan saja membuat seseorang mempunyai mentalitas kontrasepsi dan
melepas tanggung-jawab atas seksualitasnya dan seksualitas dari pasangannya.
Menginginkan aspek pro-kreasi saja membuat seseorang memperlakukan keturunan,
yang adalah ciptaan agung Allah apapun kondisinya, sebagai produk unggulan yang
bisa dibuang kalau cacat dan diproduksi massal kalau bermutu (contoh: proses
bayi tabung, wanita yang membeli sperma pilihan di bank sperma atau bangsawan
yang istrinya tidak bisa punya anak kemudian membayar wanita untuk ditiduri
untuk kemudian diambil anaknya).
Aspek prokreasi dan penyatuan pada kodratnya memang diciptakan Allah untuk
saling berkaitan dan tak terpisahkan. Kedekatan, keintiman dan kenikmatan yang
merupakan anugerah Allah bagi suami-istri dalam melakukan hubungan intim
menciptakan suatu kondisi yang ideal bagi penerusan keturunan dan pemeliharaan
keturunan.
Seorang pria menemukan seorang wanita. Keduanya saling mencintai dan menikah.
Dalam pernikahan cinta mereka menjadi semakin nyata dan intim dalam hubungan
seksual yang menyatukan mereka menjadi satu daging (Kej 2:24). Dari situ
lahirlah BUAH CINTA mereka yang memang BENAR-BENAR merupakan “BUAH” dari
“CINTA” mereka. Sang buah cinta kemudian akan dibesarkan dalam suasana cinta
suami-istri, suatu suasana yang sempurna untuk perkembangan dan jiwa sang anak
dimana nanti bila dia dewasa dia juga akan meneruskan daur cinta ini ketika dia
menemui pasangannya sendiri.
Bersamaan dengan pelarangan keras atas mentalitas kontrasepsi Gereja juga sadar
akan saat-saat dimana kehamilan sebaiknya ditunda karena kondisi yang tidak
memungkinkan (ie: perang, wabah penyakit, wabah kelaparan, suami/istri sakit
parah etc). Paus Paulus VI mengatakan:
“Dalam hubungan dengan kondisi fisik, ekonomi, psikologi dan sosial, peran
ke-orang-tua-an yang bertanggungjawab dilaksanakan, baik oleh keputusan sengaja
dan dermawan untuk membesarkan keluarga yang besar, atau oleh keputusan, yang
dibuat atas motif yang serius dan dengan menghormati hukum moral, untuk menunda
sementara waktu, atau untuk satu waktu yang tak ditetapkan, sebuah kelahiran
baru.” (Humanae Vitae, Par.10)
Bila memang ada “alasan yang serius” maka metode yang dianjurkan Gereja karena
tidak melawan hukum moral adalah KB Alami (KBA).
Pada saat ini banyak sekali kebingungan diantara umat Katolik, terutama
pasangan suami-istri atau calon pasangan suami-istri, akan perbedaan antara KBA
dan kontrasepsi. Seringkali mereka, atas berbagai alasan, memandang bahwa KBA
sama saja dengan kontrasepsi sehingga mereka merasa tidak berdosa karena
menggunakan pil-pil KB, KB suntik, kondom, melakukan vasektomi, melakukan
sterilisasi atau praktek kontrasepsi lainnya.
Untuk mengerti perbedaan antara KBA dan kontrasepsi perlu diketahui satu
prinsip dalam teologi moral Katolik. Menurut teologi moral, suatu tindakan
menjadi tidak bertentangan dengan moral bila tindakan itu didasari “niat” yang
bermoral dan dilakukan dengan “cara” yang bermoral. Sebagai contoh, tindakan
tokoh fiksi Robin Hood yang mencuri dari pejabat kaya dan membagikan curiannya
kepada rakyat yang tertindas dan miskin, merupakan tindakan yang bertentangan
dengan moral dan karena itu merupakan dosa. Semulia apapun “niat” dari Robin
Hood namun “cara” yang digunakannya jahat dan tidak sesuai dengan moral yang
bersih.
Contoh sebaliknya adalah seorang pejabat yang memberikan sumbangan besar kepada
pihak kepolisian untuk urusan operasional polisi agar anaknya yang sedang dalam
penyelidikan atas kasus perkosaan bisa dibebaskan. Di sini, meskipun “cara”
atau upaya yang dilakukan sang pejabat untuk meringankan beban anaknya adalah
perbuatan amal yang baik (membantu polisi), namun “niat” ataupun alasan sejati
dari perbuatannya adalah untuk mempengaruhi proses hukum. Hal tersebut adalah
sesuatu yang bertentangan dengan moral. Karena itu, sebesar apapun nilai
pemberian sang pejabat dan seberapa terbantunya kepolisian, perbuatan sang
pengusaha adalah dosa besar.
Contoh tersebut bisa digunakan untuk menjernihkan perbedaan antara kontrasepsi
dan KBA. Kontrasepsi pada dasarnya diciptakan dengan maksud untuk menghalangi
terciptanya kehidupan baru. Karena itu pemakaian kontrasepsi sendiri adalah
suatu “cara” yang jahat. Jadi, sekalipun suami-istri mempunyai “niat” yang baik
untuk menunda kehamilan yang didasarkan atas “motif yang serius” (sesuai amanah
Paus Paulus VI), namun bila mereka menggunakan “cara” yang jahat (yaitu
kontrasepsi) maka tindakan mereka berlawanan dengan moral.
Nah, berlainan dengan kontrasepsi, metode KBA tidak dibuat dengan niatan untuk
menghalangi terciptanya kehidupan baru. Metode KBA dijalankan sesuai dengan
kodrat manusia yang dirancang Alah sendiri. Allah memang tidak memberikan
perintah absolut bagi manusia untuk selalu berketurunan dalam kondisi apapun.
Metode KBA bekerja dengan menghormati rancangan ilahi Allah yang memberikan
masa tidak subur bagi wanita. Sesuai kodratnya wanita mengalami masa tidak
subur dan menopause. Ini adalah rancangan Allah untuk kodrat manusia yang
menunjukkan bahwa manusia memang tidak dirancang untuk selalu berketurunan.
Allah sendiri ketika memerintahkan manusia untuk “beranak cucu dan bertambah
banyak” melanjutkan dengan menambahkan “penuhilah Bumi” (Kejadian 1:28). Ini
seakan-akan mengatakan bahwa setelah Bumi penuh (dan ini belum terjadi, lihat
catatan di bawah) maka tidaklah dosa untuk berhenti berketurunan meskipun masih
tidak boleh memiliki mentalitas kontrasepsi.
(catatan: namun sampai saat ini Bumi masih sangat luas dan masih banyak sekali
area untuk tempat tinggal manusia. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa estimasi
jumlah penduduk dunia saat ini adalah 6,500,000,000 orang. Luas daratan
Indonesia sendiri adalah kurang lebih 1,826,440,000,000m2. Jadi bila seluruh
penduduk dunia ditempatkan di Indonesia maka setiap orang, termasuk bayi, akan
mendapat tanah seluas 281m2! Dengan perkiraan kasar tersebut maka pendapat
bahwa Bumi sudah kepenuhan penduduk dan jumlahnya harus dikurangi adalah omong
kosong dan kebohongan terbesar.)
Penghormatan KBA terhadap kodrat manusia yang dirancang Allah bisa dibandingkan
dengan kewajiban mendasar manusia untuk memelihara nyawa. Meskipun manusia
wajib memelihara nyawanya dan tidak menghilangkannya dengan sia-sia lewat bunuh
diri atau euthanasia, manusia juga tidak diwajibkan Allah untuk memelihara nyawa
dengan cara apapun. Karena itu upaya untuk menghindari kematian yang wajar
dengan metode medis yang tidak manusiawi dan membebani merupakan sesuatu yang
harus dihindarkan. Begitu juga dengan penerusan keturunan, ada saat-saat dimana
kehamilan bisa ditunda atas “motif yang serius.” Dan memang menurut rancangan
Allah sendiri, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, manusia memang tidak
selalu mampu berketurunan (masa tidak subur dan menopause). Penundaan kehamilan
atas “motif yang serius” memungkinkan manusia untuk bekerja dalam tatanan
kodrat manusia tersebut dengan memanfaatkan masa tidak subur wanita.
Bagaimanapun patut ditekankan bahwa KBA bisa digunakan dengan mentalitas
kontraseptif. Bila ini dilakukan maka penggunaan KBA sekalipun merupakan dosa.besar.
Satu pasangan suami-istri yang hidup sejahtera dan mampu untuk memelihara 3-4
anak tapi memilih untuk menggunakan KBA dan memilih untuk hanya mempunyai 2
anak dengan alasan agar bisa hidup berkecukupan, telah melakukan dosa besar.
Namun, dilakukan dengan benar maka KBA tidak melanggar rancangan Allah sehingga
kasih karuniaNya bagi cinta sejati suami-istri beserta anak-anak mereka yang
merupakan berkah dari Allah akan semakin menguduskan keluarga suci tersebut.
Kontrasepsi bukanlah suatu ciptaan modern. Kontrasepsi sudah ada sejak tahun
1900 sebelum masehi. Bentuk kunonya adalah berbagai ramuan-ramuan penghambat
kehamilan (yang digunakan bangsawan supaya hubungan mereka dengan budak atau
perempuan bukan bangsawan tidak menghasilkan anak), coitus interuptus
(mengeluarkan sperma diluar tubuh wanita setelah senggama) sampai kondom dengan
bahan dari kulit binatang.
Di dalam Kitab Suci sendiri Onan menjadi nama yang cukup terkenal karena
tindakan jahatnya yang sekarang diberi nama sesuai dengan namanya, Onani. Di
Kejadian 38:8-10, Onan diperintahkan oleh ayahnya untuk berhubungan dengan
janda kakaknya supaya rumah tangga sang kakak mempunyai keturunan. Onan sadar
bahwa keturunan hasil hubungannya dengan kakak iparnya, Tamar, tidak akan
menjadi miliknya. Kemudian Onan melakukan apa yang sekarang disebut coitus
interuptus. Dia menumpahkan spermanya ke tanah supaya tidak membuahi rahim sang
kakak ipar. Atas perbutan jahat ini Allah membunuh Onan.
Tindakan Allah yang membunuh Onan ini patut lebih dicermati. Sebenarnya apakah
alasan Allah membunuh Onan? Menurut Taurat sendiri hukuman bagi orang yang
tidak berkehendak untuk meneruskan keturunan saudaranya bukanlah kematian tapi
dipermalukan di hadapan para tetua oleh ipar yang menjadi janda (Ulangan
25:7-10). Suatu hukuman yang jauh lebih ringan daripada dibunuh. Lalu mengapa
Onan dibunuh? Berikut jawaban dari St. Agustinus yang dikutip oleh Paus Pius XI
di ensiklik Casti Conubii:
“Hubungan intim bahkan dengan istri sendiri yang sah akan menjadi bertentangan
dengan hukum dan jahat ketika konsepsi calon manusia dihalangi. Onan, anak
Yudah, melakukan ini dan Tuhan membunuh dia karenanya.”
Jadi Onan dibunuh Allah karena dia telah melakukan suatu dosa yang lebih jahat
daripada sekedar tidak berkehendak untuk menyambung keturunan saudaranya. Onan
telah berkontrasepsi!
Berikut adalah apa yang diajarkan Gereja melalui Tradisi dan Magisterium akan
sifat jahat dari kehendak untuk dengan sengaja menutup diri dari kemungkinan
untuk hamil yang biasanya dilakukan secara kontraseptif:
St Clement dari Alexandria, Uskup, Bapa Gereja Awal,
Karena didirikan secara ilahi untuk pertumbuhan manusia, bibit (ie: sperma)
tidak boleh dikeluarkan dengan sia-sia atau dirusak atau dibuang. (The
Instructor of Children 2:10:91:2 [191 masehi]).
St. Lactantius, Bapa Gereja Awal
[Beberapa] mengeluhkan akan kurangnya kebutuhan mereka dan beralasan bahwa
mereka tidak punya cukup untuk membesarkan lebih banyak anak, [berpikiran
bahwa] kebutuhan mereka [didapat berdasarkan kekuatan mereka] … ataukah Allah
tidak setiap hari membuat yang kaya menjadi miskin dan yang miskin menjadi
kaya. Karena itu, jika ada seorangpun yang karena kemiskinan tidak mampu
membesarkan anak, adalah lebih baik untuk tidak berhubungan [intim] dengan
istrinya (Divine Institutes 6:20 [307 masehi]).
St. Agustinus dari Hippo, Uskup, Doktor Gereja, Bapa Gereja Awal,
Aku anggap, kalau begitu, meskipun kamu tidak berbaring [dengan istri kamu]
demi menghasilkan keturunan, kamu tidak, demi birahi, menghalang-halangi
penghasilan keturunan dengan doa jahat atau perbuatan jahat. Mereka yang
melakukan ini, meskipun mereka disebut suami dan istri, sebenarnya bukan; dan
mereka juga tidak memiliki realitas sebuah perkawinan … Kadang-kadang kekejian
birahi ini sampai pada tahap sampai mereka menggunakan racun sterilisasi
[kontrasepsi oral, ie: obat kontrasepsi] (Marriage and Concupiscence 1:15:17
[419 Masehi])
Pius XI, Paus
Gereja Katolik, berdiri tegak ditengah-tengah kehancuran moral yang
mengelilinginya supaya dapat menjaga kemurnian dari kesatuan perkawinan yang
sedang dilecehkan oleh noda jijik tersebut [ie. mentalitas kontraseptif],
mengumandangkan suara melalui mulut kami memproklamirkan: penggunaan apapun
dari perkawinan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga tindakan perkawinan tersebut
secara sengaja menghilangkan kemampuannya untuk menghasilkan kehidupan adalah
pelanggaran melawan hukum Allah dan kodrat, dan mereka yang melakukan hal ini
terkena dosa besar. Jika ada bapa pengakuan atau Pastor yang menuntun umat yang
dipercayakan kepadanya menuju ke kesalahan ini atau membenarkan kesalahan
tersebut dengan menyetujuinya atau mendiamkan, biarlah si bapa pengakuan dan si
pastor ingat bahwa dia bertanggungjawab kepada Allah, sang Hakim Agung, atas
pengkhianatan kepercayaanNya. Dan biarlah mereka mengingat perkataan Kristus
“Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang
buta pasti keduanya jatuh kedalam lubang.” (ensiklik “Casti Conubii,” abridged,
31 Dec 1930)
Yohanes Paulus II, Paus
Dalam tindakan yang mengekspresikan cinta mereka, pasangan dipanggil untuk
saling memberi diri mereka sendiri dalam totalitas pribadi mereka: tidak
satupun dari bagian mereka mesti dikecualikan dari pemberian ini. Ini adalah
salah satu alasan bagi kejahatan intrinsik dari kontrasepsi: [kontrasepsi]
memperkenalkan suatu pembatasan substansial dalam sikap saling memberi
[pasangan suami istri], memecahkan “hubungan tak terpisahkan” antara dua makna
dari tindakan perkawinan (ie: hubungan suami istri), yaitu prokreasi
(berketurunan) dan penyatuan, yang, seperti yang ditunjukkan Paulus VI,
tertulis oleh Allah sendiri dalam kodrat manusia (L'Osservatore Romano,
Vatican,11 Maret 1998)
Kutipan-kutipan ini bisa diperbanyak namun cukuplah kiranya karena keterbatasan
halaman. Apa yang ditunjukkan oleh para pengajar Gereja ini adalah ajaran
tak-terputuskan dan tidak-dapat-salah Gereja bahwa kontrasepsi adalah sesuatu
yang bertentangan dengan kehendak ilahi Allah dalam memberikan manusia sebuah
“perkawinan.”
#sumber:pages gereja katolik@facebook.com
Mengapa kontrasepsi dilarang?
Label:
Pengetahuan Agama
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar