Banyak orang prihatin mengenai perkembangan
orang muda saat ini. Mereka lebih lambat dewasa. Bandingkan dengan masa-masa
menjelang dan setelah Indonesia merdeka, orang-orang muda yang mengambil
tanggung jawab mendirikan bangsa dan negara ini.
Bung Karno dan Bung Tomo merupakan contoh
bagaimana orang muda pada waktu itu telah mampu keluar dari perhatian terhadap
diri sendiri. Mereka memberikan perhatian kepada hal yang besar, berupa kehidupan
yang lebih luas tanpa tanggung-tanggung bangsa dan negara Indonesia yang sangat
besar!
Kondisi pada waktu itu memang menciptakan
peluang tersebut. Orang muda mendapat tantangan bertindak. Di dalam keluarga
pun terdapat tradisi pendidikan yang sangat menekankan tanggung jawab sedini
mungkin, dengan menerapkan sistem ganjaran dan hukuman (reward dan punishment) yang konsisten.
Hampir tiap keluarga menerapkan pembagian
tugas kepada semua anak untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga maupun tugas
lain membantu orangtua.
Pentingnya Tanggung Jawab dan Disiplin Dengan
praktik-praktik orangtua pada masa lalu tersebut, entah disadari atau tidak,
sebenarnya orangtua telah melatih anak untuk memiliki perhatian serta tanggung
jawab terhadap kehidupan bersama, dan mengembangkan disiplin.
Selain melalui tugas rumah tangga, anak-anak
juga mengalami pendisiplinan melalui aturan-aturan jam tidur siang, jam belajar
bersama, jam bermain, dan sebagainya. Tampak bahwa pemberian tanggung jawab dan
pendisiplinan sejak dini berperan sangat penting dalam mendorong pendewasaan
seorang anak.
Keadaan saat ini sungguh berbeda. Anak sering
tetap diperlakukan sebagai bocah hingga mereka remaja, tanpa menerima kewajiban
yang memungkinkan mereka memberikan perhatian terhadap lingkungan. Kewajiban
yang diberikan sebatas belajar dan menghasilkan nilai rapot yang memuaskan bagi
orangtua.
Akibatnya, banyak anak tetap bergantung pada
orangtua hingga lulus sarjana. Padahal, tanpa pengalaman tanggung jawab dan
disiplin, kemampuan mengatasi masalah kurang berkembang. Mereka juga kurang
memiliki daya juang. Terutama bila tidak punya prestasi atau keterampilan
tertentu, mereka cenderung mengalami krisis harga diri.
Alih-alih memikirkan tanggung jawab akan dunia sekelilingnya, mereka justru sibuk mengatasi dirinya sendiri yang tidak bahagia. Sebagian bahkan menggunakan cara-cara tidak sehat untuk mengatasinya (seperti menggunakan obat terlarang) di samping memboroskan waktu untuk mencari pemuasan diri sesaat.
Alih-alih memikirkan tanggung jawab akan dunia sekelilingnya, mereka justru sibuk mengatasi dirinya sendiri yang tidak bahagia. Sebagian bahkan menggunakan cara-cara tidak sehat untuk mengatasinya (seperti menggunakan obat terlarang) di samping memboroskan waktu untuk mencari pemuasan diri sesaat.
Manfaat Berorganisasi Mengapa terjadi
perubahan pola pendidikan orangtua dalam kultur kita? Perubahan tersebut
nampaknya tidak lepas dari perkembangan masyarakat yang semakin komplek,
sehingga menggeser orientasi-orientasi dalam hidup.
Perubahan kurikulum pendidikan formal yang
cenderung membebani anak dan orangtua, ikut mendorong orangtua untuk
membebaskan anak dari tugas-tugas lain selain sekolah atau mencapai prestasi
lain. Membiasakan anak selalu dilayani oleh pembantu rumah tangga merupakan
faktor yang lain.
Lalu, langkah apa yang dapat ditempuh untuk
mengembangkan kepribadian anak-anak muda kita? Menanamkan nilai-nilai tanggung
jawab dan disiplin merupakan keharusan. Mendorong aktif dalam organisasi yang
memiliki program terstruktur seperti OSIS, sanggar seni, lembaga pengabdian,
merupakan langkah lain.
Sebuah penelitian mengenai manfaat organisasi
pemuda di Amerika memberikan gambaran yang menarik mengenai apa saja
perkembangan yang dialami oleh para anggota organisasi yang diteliti.
Larson dkk (2004), melakukan observasi dan wawancara terhadap para anggota dan pimpinan tiga organisasi yang berbeda basis kegiatan (pendidikan, seni, dan kemasyarakatan), masing-masing 3-4 bulan. Melalui hasil penelitian ini kita dapat melihat manfaatnya bagi perkembangan kepribadian anggotanya.
Larson dkk (2004), melakukan observasi dan wawancara terhadap para anggota dan pimpinan tiga organisasi yang berbeda basis kegiatan (pendidikan, seni, dan kemasyarakatan), masing-masing 3-4 bulan. Melalui hasil penelitian ini kita dapat melihat manfaatnya bagi perkembangan kepribadian anggotanya.
1. Mengembangkan
inisiatif Temuan Larson dkk pada
tiga program yang diteliti, sesuai dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya,
menunjukkan bahwa keterampilan inisiatif para anggota tumbuh melalui tantangan
yang mereka hadapai dalam mencapai suatu tujuan. Pada mulanya para anggota
”sekadar melakukan”, tetapi setelah beberapa minggu kemudian mereka mulai
tampak mengembangkan strategi untuk menghadapi suatu tantangan (tugas), dan
lebih memobilisasi waktu dan usaha. Beberapa hal yang dipelajari sebagai hal
yang menghasilkan kesuksesan program adalah: (a) memulai secara lebih awal; (b)
mengelola waktu; (c) bekerja keras.
Beberapa anggota tampak menunjukkan
peningkatan dalam strategi berpikir. Mereka menemukan pencerahan (insight)
dalam hal memecahkan masalah, mengorganisasi langkah-langkah pekerjaan, dsb,
agar penyelesaian tugas dapat lebih efektif. Sebagian anggota malah dapat
mentransfer peningkatan kemampuan inisiatifnya ke dalam sisi lain kehidupannya,
yaitu dalam perencanaan karier.
2. Transformasi dalam
motivasi Dengan adanya
perkembangan keterampilan inisiatif, motivasi para anggota juga berubah. Larson
dkk menemukan, dalam tiga organisasi yang diteliti banyak anggota yang awalnya
bergabung dengan alasan ekstrinsik: untuk memuaskan orangtua, mengisi waktu
luang bersama teman sebaya, menjadi prasyarat lulus sekolah, atau karena ada
honor. Namun, sebagian besar kemudian menunjukkan perubahan.
Motivasi mereka menjadi lebih intrinsik
(adanya minat pribadi terhadap program), dengan alasan dapat terlibat dalam
aktivitas-aktivitas yang baru, segar, dan menarik secara pribadi.
3. Memperoleh modal
sosial Perkembangan remaja,
selain berupa perkembangan karakter dan penguasaan keterampilan baru, juga
perkembangan dalam pembentukan relasi pribadi, termasuk relasi dengan orang dewasa.
Untuk itu, orang muda butuh relasi dengan orang dewasa yang dapat memberi modal
sosial, yakni yang memberi informasi dan sumber daya yang menghubungkan mereka
dengan dunia orang dewasa.
Modal sosial selain baik untuk individu juga
baik untuk komunitas karena adanya pertukaran pengetahuan, sumber daya, dan
kepercayaan, sehingga membentuk keadaan masyarakat yang sehat. Keterlibatan
dalam program-program kepemudaan merupakan kesempatan untuk membangun modal
sosial dan berkembang menjadi orang-orang dewasa yang berkeahlian tinggi.
Dari penelitian Larson dkk ditemukan bahwa
para anggota dari tiga organisasi yang diteliti memanfaatkan relasinya dengan
orang-orang dewasa dalam komunitas yang ada untuk keperluan pendidikan dan
perencanaan karier mereka.
Banyak anggota mengaku telah belajar dari para
orang dewasa mengenai pilihan pendidikan dan karier di masa mendatang. Dalam
relasinya dengan orang-orang dewasa sepanjang kegiatan yang dilaksanakan,
mereka dapat menemukan secara nyata bagaimana orang dewasa mengelola tantangan
hidup, dan mereka ikut mengembangkan keahlian untuk menghadapi tantangan.
4. Menjembatani
perbedaan Bentuk lain modal
sosial/interpersonal diperoleh melalui teman-teman sebaya, yakni dengan
mengembangkan hubungan dan pemahaman terhadap berbagai aspek perbedaan manusia
(etnis, agama, gender, status sosial-ekonomi, tujuan, dsb). Hasil penelitian
Larson dkk menunjukkan melalui program-program pada tiga organisasi yang
diteliti, para anggota mengalami perkembangan kompetensi untuk memahami dan
menghargai keanekaragaman manusia.
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa para
anggota belajar menjembatani perbedaan melalui proses tiga tahap:
a. Pertama, mengalami interaksi dengan orang-orang muda lain yang berbeda dengan dirinya dalam berbagai hal. Melalui interaksi ini mereka mengalami hubungan yang bermakna dengan teman berbeda etnis dan sebagainya serta membangun rasa saling percaya.
a. Pertama, mengalami interaksi dengan orang-orang muda lain yang berbeda dengan dirinya dalam berbagai hal. Melalui interaksi ini mereka mengalami hubungan yang bermakna dengan teman berbeda etnis dan sebagainya serta membangun rasa saling percaya.
b. Kedua, melalui interaksi tersebut mereka
belajar tentang orang lain dan mulai melihat orang lain secara lebih utuh.
Dengan bersama-sama mengerjakan apa yang menjadi program dalam
kelompok-kelompok kecil, mereka menjadi saling bergantung dan akrab satu sama
lain.
c. Ketiga, mereka mengalami perubahan dalam
berpikir yang memengaruhi bagaimana interaksinya dengan anggota
kelompok-kelompok lain. Berdasarkan pengalaman berinteraksi secara akrab dengan
orang lain di dalam kelompok, selanjutnya dalam interaksi dengan kelompok lain
mereka telah mampu untuk menghargai perbedaan-perbedaan, sehingga dalam
interaksi tidak terjadi pembedaan antar kelompok.
Namun, dalam kenyataan pencapaian tahap ketiga
ini tidak berlangsung mudah. Bila sungguh-sungguh dihadapkan dengan perbedaan
antar kelompok, kadang terjadi pertahanan diri, penolakan, atau pengabaian
masalah yang dihadapi. Dalam situasi seperti ini orang dewasa yang menjadi
pendamping program bekerja keras menciptakan kondisi positif bagi interaksi
antar kelompok. Antara lain dengan memberikan status yang sama, membangun kerja
sama, kontak individu antar kelompok, dan adanya dukungan dari orang-orang
dewasa (pendamping) dalam berbagi seting kegiatan.
5. Menemukan tanggung
jawab baru Tanggung jawab
merupakan kualitas yang diharapkan dimiliki orang yang berkembang menuju
kedewasaan. Hasil penelitian Larson dkk menunjukkan, banyak anggota mengakui
adanya proses menjadi lebih bertanggung jawab dalam perasaan maupun dalam
bertindak, sepanjang keikutsertaannya dalam program.
0 komentar:
Posting Komentar